Kirin, chipset buatan Huawei, memang punya ambisi besar untuk bersaing di pasar global. Namun, meskipun hadir dengan berbagai fitur canggih, performa Kirin masih belum bisa menandingi Snapdragon atau MediaTek di kelas yang sama.
Meskipun Huawei terus berupaya mengembangkan Kirin, ternyata masih ada beberapa hal yang menjadi kekurangan chipset ini, mulai dari kinerja yang kurang maksimal, keterbatasan dukungan jaringan 5G, hingga teknologi yang terkesan tertinggal.
Nah, di artikel ini, kita bakal kupas tuntas kenapa Kirin sulit bersaing dan apa saja kekurangannya jika dibandingkan dengan chipset lain. Yuk, simak lebih lanjut!
Mengenal Chipset Kirin

Kirin adalah chipset buatan Huawei yang pertama kali diperkenalkan untuk mendukung berbagai perangkat Huawei, termasuk ponsel dan tablet.
Chipset ini diciptakan dengan tujuan mengurangi ketergantungan Huawei pada chipset buatan perusahaan lain, seperti Qualcomm (Snapdragon) dan MediaTek.
Sejak pertama kali diluncurkan, Kirin memang tidak langsung mencuri perhatian seperti pesaingnya, namun tetap memiliki penggemar setia, terutama di pasar Cina.
Namun, meskipun Kirin mulai digunakan di banyak perangkat Huawei, kenyataannya chipset ini masih belum bisa bersaing di pasar global dengan Snapdragon atau MediaTek, terutama dalam hal performa dan fitur canggih yang ditawarkan.
Kenapa Performa Kirin Tertinggal dari Snapdragon dan MediaTek?
Salah satu alasan utama kenapa Kirin sering disebut kurang bersaing adalah karena performanya yang masih tertinggal dibandingkan dengan Snapdragon dan MediaTek di kelas yang sama.
Contohnya, di kelas flagship, kita punya Kirin 9020, Snapdragon 8 Elite, dan MediaTek Dimensity 9400.
Kalau ngomongin soal skor benchmark, Kirin 9020 cuma dapat skor sekitar 1,2 juta di AnTuTu v10, sementara Snapdragon 8 Elite bisa mencetak 2,7 juta, dan MediaTek Dimensity 9400 di angka 2,5 juta.
Tentu saja, perbedaan angka ini cukup besar, dan berdampak langsung pada performa sehari-hari.
Selain itu, kalau kita lihat dari segi clock speed, Kirin hanya bisa mencapai 2,5 GHz, jauh lebih rendah dari Snapdragon yang mencapai 4,3 GHz atau MediaTek yang ada di angka 3,6 GHz.
Belum lagi soal GPU, Kirin 9020 menggunakan GPU Mali-G920, yang meski cukup solid, namun masih kalah jauh dibandingkan dengan GPU Adreno 830 di Snapdragon atau Mali-G925 Immortalis MP12 di MediaTek.
Jadi, meskipun Kirin cukup oke untuk kebutuhan sehari-hari, saat dipakai untuk game berat atau aplikasi yang memerlukan performa tinggi, chipset ini masih agak kesulitan.
Jaringan 5G Terbatas di Cina

Kelebihan lain yang sempat dibanggakan Huawei adalah dukungan jaringan 5G pada chipset Kirin. Sejak 2018, Kirin 990 sudah mendukung 5G, yang tentunya menjadi daya tarik besar untuk ponsel Huawei.
Namun, sayangnya jaringan 5G yang didukung Kirin hanya bisa digunakan di Cina. Untuk pasar global, meskipun ponsel Huawei dengan Kirin tetap hadir, mereka tidak bisa menikmati jaringan 5G.
Jadi, bagi kamu yang tertarik membeli ponsel Huawei dengan chipset Kirin di pasar global, harus siap dengan kenyataan bahwa jaringan 5G hanya bisa digunakan di Cina saja.
Ini semua berhubungan dengan sanksi yang diberikan oleh Amerika Serikat terhadap Huawei. Akibat sanksi tersebut, Huawei tidak bisa bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan besar dari luar Cina, yang menghalangi mereka untuk mengembangkan kemampuan 5G secara global.
Keterbatasan Teknologi dalam Chipset Kirin

Selain performa dan dukungan 5G yang terbatas, Kirin juga menghadapi masalah dalam hal teknologi. Salah satunya adalah fabrikasi yang digunakan.
Chipset Kirin masih menggunakan proses fabrikasi 7nm, padahal di pasaran, pesaing seperti Snapdragon dan MediaTek sudah menggunakan fabrikasi 5nm hingga 3nm.
Fabrikasi yang lebih kecil artinya lebih efisien dalam hal konsumsi daya dan performa, sehingga chipset dengan proses fabrikasi lebih kecil akan lebih cepat dan hemat energi.
Selain itu, ada juga masalah terkait dengan RAM. Beberapa chipset terbaru sudah mendukung RAM LPDDR5X yang lebih cepat, sementara Kirin masih terbatas pada LPDDR4X.
RAM ini sangat berpengaruh pada performa perangkat, terutama saat multitasking atau menjalankan aplikasi berat. Keterbatasan ini membuat Kirin kesulitan bersaing dengan kompetitor yang sudah lebih canggih dalam hal teknologi.
Pengembangan Kirin yang Terhambat

Sanksi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat terhadap Huawei sejak 2019 memang memberikan dampak besar pada pengembangan Kirin.
Karena sanksi tersebut, Huawei tidak bisa lagi bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan besar seperti TSMC dan Qualcomm, yang merupakan penyedia teknologi semikonduktor dan komponen lainnya yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan chipset.
Huawei harus mengandalkan sumber daya internal mereka, yang jelas memperlambat kemajuan dan inovasi di sektor ini.
Akibatnya, Kirin harus bertahan dengan teknologi yang ada, tanpa ada kemajuan berarti dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan, Huawei juga harus mengembangkan jaringan 5G mereka sendiri, tanpa dukungan dari perusahaan luar.
Semua keterbatasan ini jelas menghambat pengembangan chipset Kirin, yang seharusnya bisa lebih bersaing jika ada dukungan teknologi yang lebih modern.
Fitur Kamera dan Video yang Tertinggal

Bagi banyak pengguna ponsel, kemampuan kamera dan perekaman video menjadi salah satu pertimbangan utama dalam memilih perangkat. Nah, salah satu kekurangan Kirin yang cukup terasa adalah kemampuannya dalam merekam video.
Sebagian besar chipset dari Snapdragon dan MediaTek sudah bisa merekam video 8K pada 30fps, yang tentunya sangat menarik bagi content creator atau siapa saja yang ingin menghasilkan video dengan kualitas terbaik. Namun, Kirin hanya mampu merekam video di resolusi 4K pada 60fps.
Meskipun 4K sudah cukup baik untuk banyak orang, kemampuan 8K jadi keunggulan yang tidak bisa diabaikan, terutama dalam dunia digital dan content creation yang terus berkembang.
Ketidakmampuan Kirin untuk merekam video 8K jelas menunjukkan adanya keterbatasan dalam hal teknologi, yang semakin membuatnya tertinggal di pasar ponsel premium.
Masa Depan Chipset Kirin

Meskipun performa Kirin tertinggal jauh dibandingkan dengan Snapdragon dan MediaTek, bukan berarti masa depan chipset ini sudah gelap. Di Cina, Kirin masih menjadi pilihan utama dan cukup disegani.
Huawei pun tampaknya tidak akan menyerah begitu saja. Mereka terus berusaha mengembangkan teknologi semikonduktor dan chipset secara mandiri, meskipun terhambat oleh sanksi dan pembatasan internasional.
Harapan untuk Kirin tetap ada, terutama jika Huawei bisa menemukan cara untuk mengatasi masalah-masalah yang ada, seperti keterbatasan teknologi dan sanksi internasional.
Mungkin, di masa depan, kita bisa melihat chipset Kirin yang lebih canggih dan mampu bersaing dengan para pesaing utamanya.
Kesimpulan
Kirin memang masih jauh tertinggal dari Snapdragon dan MediaTek, baik dari sisi performa, dukungan 5G, hingga teknologi fabrikasi. Sanksi dari Amerika Serikat dan keterbatasan teknologi yang dimiliki Huawei semakin membuat Kirin kesulitan untuk bersaing di pasar global.
Namun, meskipun demikian, Kirin masih memiliki tempat khusus di pasar Cina, dan ada kemungkinan Huawei akan terus berinovasi untuk mengatasi hambatan yang ada. Hanya waktu yang bisa menjawab apakah Kirin bisa kembali bersaing di pasar chipset global.